Coreng moreng diwajah anak-anak dan asisten saya adalah salah satu permainan untuk membuat mereka semangat dalam menghafal Al-Qur'an, bisa dilakukan juga untuk belajar sama dan lainnya.
cerita dan sharing pengalaman dalam proses mendidik anak-anakku tercinta. Belajar dan terus belajar menjadi ibu yang bijak untuk anak-anakku tercinta.
Senin, 27 Januari 2014
SEKOLAH PARA BINATANG
Beberapa tahun lalu (saat putra
kedua saya masih duduk di kelas 2 Sekolah Dasar, kini ia kelas 7 sekolah
Menengah Pertama) saya menghadiri seminar Ayah Edy berdua putra saya itu. Dalam
sebuah tayangan yang diputar ditengah acara, sebuah cerita sindiran untuk kita
para orangtua (juga pendidik disekolah), tayangan itu berjudul “SEKOLAH PARA
BINATANG”. Dikisahkan di sekolah para binatang, terdapat murid-murid yang
beragam: ada bebek, Elang, harimau, ular, kera dan lainnya. Mereka diajar dengan
kurikulum yang sama. Untuk dapat lulus dari sekolah tersebut mereka harus
memiliki nilai rata-rata 9 untuk semua mata pelajaran, yaitu: berlari,
berenang, memanjat dan terbang.
BEBEK
Ketika mengikuti pelajaran
berlari ia mendapatkan nilai tidak terlalu
memuaskan, namun saat berenang bebek dapat berbangga karena ialah yang paling
hebat diantara teman-temannya. Namun sayang sekali ketika tiba giliran
pelajaran memanjat, sampai babak belurpun, ia tak berhasil menguasainya.
Sementara terbang? Ya dia harus cukup puas dengan nilai 4 saja.
ELANG
Lain bebek, lain pula Elang ia
terpaksa kehilangan banyak bulunya dan nyaris mati, saat mengikuti pelajaran
berenang. Bukan nilai bagus yang ia dapatkan, tapi justru ketidakberdayaan
setelah memaksakan diri pada pelajaran-pelajaran yang tak dikuasainya. Ia hanya
unggul disatu bidang saja, TERBANG.
HARIMAU
Bagaimana pula dengan Harimau?
Nasib Harimau tak jauh beda dengan Elang dan Bebek. Dipelajaran lari, ia tak
terkalahkan. Pada pelajaran memanjat, lumayanlah. Namun ketika pelajaran
berenang dan terbang, Harimau hampir kehilangan nafasnya karena memaksakan diri
untuk bisa hebat pada pelajaran tersebut.
Begitu juga kera dan Ular, mereka
mendapatkan banyak kendala disebagian besar mata pelajaran. Maka diakhir masa
sekolah, ketika ujian digelar, tak ada satupun Murid dari SEKOLAH PARA BINATANG
itu dapat lulus, semuanya GAGAL mendapatkan nilai rata disemua bidang
pelajaran. Bukan hanya tidak lulus, bahkan mereka nyaris mati karena memaksakan
diri menguasai SEMUA KEAHLIAN.
***
Ayah… Bunda…. Kebanyakan orangtua
(saya juga dulu seperti itu) ternyata melakukan hal yang sama seperti yang
dilakukan guru disekolah para binatang. Kita menuntut anak kita untuk pandai
disemua pelajaran. Kita menjadi GALAU ketika salah satu atau salah dua nilai
pelajaran anak kita dibawah rata-rata. Kita MALU kalau anak kita tak dapat
rangking. Maka kemudian kita sibuk sekali memasukkan anak-anak ke LES ini, LES
itu. Sepanjang hari dari senin sampai Sabtu, putra putri kita sibuuuk sekali
dengan kegiatan belajar dan LES. Sementara orangtuanya sepertinya tak sesibuk
putra-putrinya.
Ayah… bunda, bahkan kita sampai
LUPA (LALAI) melihat KEUNGGULAN yang dimiliki buah hati kita, karena saking
sibuknya memacu anak kita menjadi
“RATA-RATA”. Kita juga jadi tak sempat memaksimalkan KEUNGGULAN buah hati kita,
karena fokus pada nilai-nilai yang masih kurang. Saya bukan tidak setuju anak
mendapatkan ranking (putra saya disekolah termasuk rangking 3 besar), tapi saya menyayangkan orangtua yang memaksakan
kehendak untuk membuat anak hebat disegala bidang.
Padahal untuk berhasil dalam
kehidupannya, anak tak memerlukan semua keahlian. Kita hanya memerlukan SATU
“EXPERTICE” untuk bisa SUKSES. Perhatikanlah diri kita sekarang ini. Saya
mengambil contoh diri saya, sebagai seorang PENGUSAHA GARMENT dan PEMBICARA
NASIONAL, saya bahkan tak memerlukan lagi ijazah saya, apalagi nilai yang
terdapat di dalamnya.
Kecuali kalau Anda menginginkan
putra-putri Anda menjadi staf di sebuah perusahaan, akan diperlukan nilai
rata-rata yang tinggi. Namun nilai tinggipun tidak menjamin dapat lolos, karena
kebanyakan perusahaan sekarang ini tidak mencari yang ber IPK tinggi, melainkan
yang memiliki keahlian dan integritas.
Sekali lagi Ayah… bunda saya
bukan ingin melemahkan semangat belajar anak-anak kita, juga semangat Anda.
Jelilah untuk melihat yang UNGGUL dalam diri Anak. Jika ia unggul di olahraga,
jangan paksakan ia untuk menguasai matematika. Jika ia UNGGUL di matematika,
jangan paksakan ia menguasai olahraga. Kalau ia pemikir (konseptor), jangan
paksakan ia untuk menjadi orator.
Kejelian Anda melihat
keunggulannya sejak dini, akan mengantarkan putra-putri anda sukses sejak dini
pula. Tak perlu menunggu setua kita, yang bahkan masih bingung menentukan mau
menjadi apa.
Salam Cinta Buah Hati (SCBH)
Selasa, 21 Januari 2014
EVERY MOMENT WE CAN………………
Saat saya tak keluar kota, atau
tidak berangkat aktivitas terlalu pagi, saya programkan untuk mengantarkan
putra ke 2 saya yang saat ini masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama
(SMP) kelas 7, kesekolah. Saya sendiri yang mengantarnya, bukan asisten atau
sopir.
Moment mengantar anak ke sekolahnya adalah moment yang indah buat saya. Dengan
menggunakan kendaraan roda dua, kami bisa berduaan saja, mengantar putra ke dua yang sejak Sekolah Dasar
saya pilihkan sekolah yang jarak perjalanannya jauh dari rumah.
Senin, 20 Januari 2014
TETAP SEMANGAT WALAU HARI HUJAN
Musim hujan seperti sekarang ini,
membuat anak-anak tetap terjaga setelah sholat shubuh bukan pekerjaan yang
mudah. Paling enak setelah pulang dari masjid, bersembunyi lagi dibalik selimut
tebal. Hangat.Tapi akibatnya, Ayah Bunda akan mengalami kesulitan membangunkan
mereka kembali bukan? Wah bahkan ada
yang membangunkan untuk sholat shubuh saja juga sulit ya, pssstt itu karena kitanya juga sulit bangun saat shubuh.
Alhamdulillah anak-anak saya secara otomatis bangun
sendiri saat Adzan berkumandang (baca juga artikel “TANAMKAN PROGRAM POSITIFAGAR MEREKA TERGERAK OTOMATIS” untuk mengetahui bagaimana agar bisa memiliki
mekanisme OTOMATIS BANGUN saat Adzan.
TANAMKAN PROGRAM POSITIF AGAR MEREKA TERGERAK OTOMATIS
Jam Beker kami sudah lama
pensiun. Alarm handphone saya juga sudah tidak diaktifkan lagi.
Dulu untuk membangunkan
putra-putri saya, jam beker maupun alarm smartphone sangat diperlukan
partisipasinya. Kalau keduanya tidak bunyi, hampir bisa dipastikan kami semua
kesiangan ;(. Boro-boro mau membangunkan anak-anak, mamanya sendiri juga ‘LEWAT’.
Tapi kini, Insya Allah kami tak
memerlukan lagi alarm atau beker, karena sudah ada “MEKANISME OTOMATIS” yang
saya pasang pada setiap putra-putra saya.
Ooops, jangan berpikir aneh-aneh
dulu ya ayah, bunda, tidak ada alat khusus yang dipakai kok, juga tidak pakai
obat apalagi mantra-mantra, wah bisa dimarahi pak Ustadz dan dijauhi keberkahan dari Allah SWT.
Minggu, 19 Januari 2014
BERI KEPERCAYAAN, MAKA KREATIVITAS AKAN MUNCUL
Ini cerita saat saya harus keluar kota meninggalkan 3 putra dirumah, tanpa orang dewasa.
Meninggalkan mereka dalam waktu 2 sampai 6 hari memang sudah biasa saya lakukan, bahkan sejak mereka masih sangat kecil, saat putri sulung saya masih duduk dikelas 5 dan harus menjaga adik-adiknya yang masih kecil. Kini si sulung sekolah Boarding, sehingga tinggallah jagoan-jagoan yang sering saya tinggalkan dirumah. Kali ini saya meninggalkan mereka dalam musim penghujan. Walaupun agak khawatiur, tapi saya menguatkan diri untuk tenang dalam menjalankan tugas saya diluar sana.
Tentu, tidak boleh serta merta kita meninggalkan anak-anak kita tanpa edukasi terlebih dahulu. Ada beberapa tahapan hingga kemudian saya dengan yakin mampu meninggalkan mereka dalam usia yang masih belia.
SI PUTIH DALAM KENANGAN
PUTIH, begitu kami memanggilnya, bukan kucing mahal, ia kucing kampung biasa dengan bulunya yang putih bersih dipadu sedikit coklat muda dibagian kepala dan ekor. Kami tak memeliharanya dari kecil, ia kami bawa dari rumah mbahnya anak-anak (orangtua saya), karena orangtua saya akan pindah rumah dengan lokasi yang jauh, maka si PUTIH kami adopsi.
SI PUTIH kami bawa kerumah kami, dihari pertama kami tak berani membuka pintu maupun jendela, khawatir PUTIH kembali ke rumah "lamanya". Hari kedua ia sudah menyesuaikan dirinya dengan rumah "baru". Hari ketiga, keempat sampai seminggu si PUTIH diam manis tinggal dirumah bermain bersama anak-anak, dia bisa menjadi bahan lelucon kami. PUTIH memanga tipe kucing rumahan yang tidak pernah keluar kemana-mana. Mungkin takut kotor bulunya ya... hehehe, dia juga tipe kucing yang cinta kebersihan, setiap saat ia bersihkan bulunya hingga tak pernah sempat kotoran menempel lama pada bulunya. Rapi Jali dech pokoknya.
Minggu, 12 Januari 2014
YOU WERE WRONG!
“Mrs. Phillips, You were wrong!”
itulah jawaban seorang siswa melalui bukunya bertahun-tahun setelah peristiwa
yang terjadi disekolahnya. Buku yang
dipersembahkan untuk gurunya Mrs. Phillips yang ditulis untuk menyangkal
perkataan gurunya yang salah dalam meramalkan masa depannya. Sebuah pembuktian
yang hebat dari seorang siswa yang dianggap tak bisa menjadi apa-apa dalam
hidupnya.
Ya, dialah Peter J. Daniels,
seorang pengusaha SUKSES yang pernah direndahkan oleh gurunya ketika duduk di
bangku kelas 4 sekolah dasar. Nyonya Phillips ketika itu tak henti-hentinya
melecehkan ketidak mampuan Peter Daniels dalam membaca.
Senin, 06 Januari 2014
REWARD AND PUNISHMENT 2
Halo Bunda.... Halo Ayaaah... Apakabaar, wah baru sempat buka blog lagi. Maklumlah ibu rempong, banyak urusannya.
Mau melanjutkan cerita tentang Reward and Punishment, masih pengen tahu ga Bunda???? (mauuu...mauuu...;) )
Mau melanjutkan cerita tentang Reward and Punishment, masih pengen tahu ga Bunda???? (mauuu...mauuu...;) )
Ternyata apa yang saya terapkan kali ini, hanya mampu berjalan 4 bulan saja, selanjutnya saya melihat KEBOSANAN pada putra-putra saya. Hadiah buku dan jalan-jalan ke toko buku bukan lagi HADIAH menarik untuk mereka. Anak-anak mulai melanggar kesepakatan untuk sholat tepat waktu di Masjid. Dan itu membuat saya jadi kecewa, yah kecewa pada diri saya sendiri yang tak mampu mendisiplinkan mereka. Saya jadi kurang bersemangat. kurang lebih satu bulan saya OFF, tidak lagi mendisiplinkan mereka, sampai kemudian sebuah kesadaran menggugah SEMANGAT saya untuk memulainya lagi. Kalau bukan saya, siapa lagi yang akan membimbing mereka, begitu pikir saya. Kalau tidak dari sekarang, saat mereka masih sangat belia, mau kapan lagi? menunggu mereka dewasa dan menyadarinya sendiri? Wah, terlalu beresiko. ya, kalau mereka menemukan kesadaran, kalau tidak, bagaimana?
Langganan:
Postingan (Atom)