Minggu, 19 Januari 2014

SI PUTIH DALAM KENANGAN



PUTIH, begitu kami memanggilnya, bukan kucing mahal, ia kucing kampung biasa dengan bulunya yang putih bersih dipadu sedikit coklat muda dibagian kepala dan ekor. Kami tak memeliharanya dari kecil, ia kami bawa dari rumah mbahnya anak-anak (orangtua saya), karena orangtua saya akan pindah rumah dengan lokasi yang jauh, maka si PUTIH kami adopsi.

SI PUTIH kami bawa kerumah kami, dihari pertama kami tak berani membuka pintu maupun jendela, khawatir PUTIH kembali ke rumah "lamanya". Hari kedua ia sudah menyesuaikan dirinya dengan rumah "baru". Hari ketiga, keempat sampai seminggu si PUTIH diam manis tinggal dirumah bermain bersama anak-anak, dia bisa menjadi bahan lelucon kami. PUTIH memanga tipe kucing rumahan yang tidak pernah keluar kemana-mana. Mungkin takut kotor bulunya ya... hehehe, dia juga tipe kucing yang cinta kebersihan, setiap saat ia bersihkan bulunya hingga tak pernah sempat kotoran menempel lama pada bulunya. Rapi Jali dech pokoknya.


Seminggu setelah tinggal dirumah kami, tiba-tiba PUTIH menghilang. Anak-anak panik. Semua bahu membahu mencari si PUTIH, rumah tetangga kami datangi satu persatu tapi hasilnya nihil. Beberapa hari kami mencarinya, dan sama sekali tak ada tanda-tanda dimana si PUTIH. Akhirnya karena beberapa hari tak kami temukan, si PUTIH kami Ikhlaskan. Kalau ia tersesat, mudah-mudahan bertemu dengan orang baik yang memeliharanya dengan baik. Atau kalau ia mati, semoga ada yang menguburkannya dengan layak.
 ( saat saya menulis kalimat terakhir itu, air mata ini menetes )
***
"mamaaaaa...." putra ketiga saya memanggil, suaranya seperti sedang bergembira.
"mamaaaaa...." serunya lagi
"Kenapa mas?" sahut saya
"Liat ma... liat sini.." teriaknya gembira, wah ada apa ya batin saya, saya tak bergegas memenuhi panggilannya karena sedang memasak.
"Si putih ma, siputih pulang..." Kontak saya mematikan kompor dan melompat keruang tamu, di tempat putra saya berteriak tadi.
"Putiiiiiiiiih...." Saya menggendongnya, menciuminya, memeluknya, mengajaknya bicara, menanyakan padanya kemana saja selama ini. Duh bahagianya si PUTIH pulang.
Dan kami sekeluarga BAHAGIA dengan hadirnya PUTIH ditengah-tengah kami. Ya, si Putih memang bisa menghibur kami dengan tingkahnya. Ia juga begitu pengertian jika kami lupa memberinya makan. 
Tapi kebahagiaan itu tak berlangsung lama.... beberapa bulan setelah itu PUTIH lagi-lagi menghilang bak ditelan Bumi. Kami hampir melupakan kesdihan kami, airmata juga sudah tak lagi mengalir, ketika suatu hari sekelompok anak-anak kecil perempuan ngobrol di depan rumah kami.
"Yuk kita cari bunga melati." kata salah seorang dari mereka
"Dimana?"
"itu dikebunnya bu RT, kan kita mau nengok kuburannya kucing putih." Deg, hati saya terkesiap. Kuburan??? si PUTIH??? jangan-jangan si putih kami yang menghilang beberapa hari lalu. 
Karena penasaran saya menghampiri anak-anak itu.
"Memang siapa yang meninggal dek, kok ngomongin kuburan?" tanyaku
"Owh, itu tante, kucing, bukan orang." sahut mereka hampir bersamaan
"Kucing siapa?" tanyaku penasaran
"ga tau tante, kucingnya warna putih, meninggal di jalanan."
Aku bergegas mengeluarkan handphone dari saku, mencari gambar si putih dan menunjukkan pada mereka."
"Kucingnya begini bukan?" tanyaku penasaran, dan dijawab anggukan mereka. ya Allaaah! Saya tak bisa menahan airmata. Saya memanggil putra-putri saya dan bersama anak-anak tadi kami pergi ke pemakamannya. Duh, Putih. 


Tidak ada komentar: