Saat saya tak keluar kota, atau
tidak berangkat aktivitas terlalu pagi, saya programkan untuk mengantarkan
putra ke 2 saya yang saat ini masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama
(SMP) kelas 7, kesekolah. Saya sendiri yang mengantarnya, bukan asisten atau
sopir.
Moment mengantar anak ke sekolahnya adalah moment yang indah buat saya. Dengan
menggunakan kendaraan roda dua, kami bisa berduaan saja, mengantar putra ke dua yang sejak Sekolah Dasar
saya pilihkan sekolah yang jarak perjalanannya jauh dari rumah.
Bukan tanpa
alasan memilih sekolah jauh dari rumah, tidak seperti kedua adiknya yang
bersekolah di depan rumah. Dia anak laki-laki pertama (kakaknya perempuan),
saya berharap banyak pada putra saya untuk dapat memberikan tauladan pada
adik-adiknya, dan untuk itu saya mempersiapkan ketangguhannya, keberaniannya
dengan memilihkan sekolah tak dekat dari rumah.
Dengan jarak perjalanan yang
tak dekat itu, ia akan mendapatkan banyak perjalanan, entah pada saat
diangkutan umum ( beliau harus menempuh dengan 2 kali berganti angkutan umum ),
atau pada saat jalan dari jalan utama ke rumah kami yang berjarak 15 menit
jalan kaki, atau saat harus hujan-hujanan, kepanasan, atau ketika pergi tak
diantar lalu terjebak kemacetan, hingga ia terpaksa terlambat dan dimarahi
guru. Saya meyakini cara saya yang terkesan kejam ini (menurut teman-teman
saya, juga tetangga, eh guru sekolah dasarnya juga pernah komentar saya sadis…
he he ) mampu membentuknya menjadi pribadi yang tidak cengeng, sebagai bekal ia
memberikan contoh dan sebagai bekal hidupnya kelak saat dewasa.
Saat mengantarnya adalah
saat-saat yang saya tunggu-tunggu. Di perjalanan saya bisa mendengarkan
ceritanya yang tak sempat disampaikan di rumah, atau saya bercerita tentang
hal-hal yang saya alami. Dan yang paling penting lagi buat saya adalah, ketika
diatas roda dua itu, kami bisa mengulang bersama HAFALAN AL-QUR’AN kami. Saat ini
kami sedang belajar menghafal sedikit demi sedikit juz ke 29. Ya, baru belajar,
karena saya baru saja tersadar bahwa saya amat kurang membimbing mereka untuk
mencintai AGAMANYA , mencintai TUNTUNAN HIDUPNYA, AL-QUR’AN, selain karena pemahaman agama saya yang minim juga. Selama ini saya
disibukkan dengan mencari nafkah (sibuk dengan usaha) mengais rizqi
sebanyak-banyaknya untuk masa depan mereka dan melupakan Nafkah RUHANI. Saya selama ini SOMBONG. Melupakan
bahwa apa yang selama ini saya dan anak-anak nikmati adalah HADIAH dari Allah
SWT.
Semoga cerita ini bermanfaat
Salam Cinta Buah Hati (SCBH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar