Senin, 27 Januari 2014

SEKOLAH PARA BINATANG

Beberapa tahun lalu (saat putra kedua saya masih duduk di kelas 2 Sekolah Dasar, kini ia kelas 7 sekolah Menengah Pertama) saya menghadiri seminar Ayah Edy berdua putra saya itu. Dalam sebuah tayangan yang diputar ditengah acara, sebuah cerita sindiran untuk kita para orangtua (juga pendidik disekolah), tayangan itu berjudul “SEKOLAH PARA BINATANG”. Dikisahkan di sekolah para binatang, terdapat murid-murid yang beragam: ada bebek, Elang, harimau, ular, kera dan lainnya. Mereka diajar dengan kurikulum yang sama. Untuk dapat lulus dari sekolah tersebut mereka harus memiliki nilai rata-rata 9 untuk semua mata pelajaran, yaitu: berlari, berenang, memanjat dan terbang.

BEBEK
Ketika mengikuti pelajaran berlari ia  mendapatkan nilai tidak terlalu memuaskan, namun saat berenang bebek dapat berbangga karena ialah yang paling hebat diantara teman-temannya. Namun sayang sekali ketika tiba giliran pelajaran memanjat, sampai babak belurpun, ia tak berhasil menguasainya. Sementara terbang? Ya dia harus cukup puas dengan nilai 4  saja.

ELANG
Lain bebek, lain pula Elang ia terpaksa kehilangan banyak bulunya dan nyaris mati, saat mengikuti pelajaran berenang. Bukan nilai bagus yang ia dapatkan, tapi justru ketidakberdayaan setelah memaksakan diri pada pelajaran-pelajaran yang tak dikuasainya. Ia hanya unggul disatu bidang saja, TERBANG.

HARIMAU
Bagaimana pula dengan Harimau? Nasib Harimau tak jauh beda dengan Elang dan Bebek. Dipelajaran lari, ia tak terkalahkan. Pada pelajaran memanjat, lumayanlah. Namun ketika pelajaran berenang dan terbang, Harimau hampir kehilangan nafasnya karena memaksakan diri untuk bisa hebat pada pelajaran tersebut.
Begitu juga kera dan Ular, mereka mendapatkan banyak kendala disebagian besar mata pelajaran. Maka diakhir masa sekolah, ketika ujian digelar, tak ada satupun Murid dari SEKOLAH PARA BINATANG itu dapat lulus, semuanya GAGAL mendapatkan nilai rata disemua bidang pelajaran. Bukan hanya tidak lulus, bahkan mereka nyaris mati karena memaksakan diri menguasai SEMUA KEAHLIAN.

***
Ayah… Bunda…. Kebanyakan orangtua (saya juga dulu seperti itu) ternyata melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan guru disekolah para binatang. Kita menuntut anak kita untuk pandai disemua pelajaran. Kita menjadi GALAU ketika salah satu atau salah dua nilai pelajaran anak kita dibawah rata-rata. Kita MALU kalau anak kita tak dapat rangking. Maka kemudian kita sibuk sekali memasukkan anak-anak ke LES ini, LES itu. Sepanjang hari dari senin sampai Sabtu, putra putri kita sibuuuk sekali dengan kegiatan belajar dan LES. Sementara orangtuanya sepertinya tak sesibuk putra-putrinya.

Ayah… bunda, bahkan kita sampai LUPA (LALAI) melihat KEUNGGULAN yang dimiliki buah hati kita, karena saking sibuknya memacu anak kita  menjadi “RATA-RATA”. Kita juga jadi tak sempat memaksimalkan KEUNGGULAN buah hati kita, karena fokus pada nilai-nilai yang masih kurang. Saya bukan tidak setuju anak mendapatkan ranking (putra saya disekolah termasuk rangking 3 besar), tapi  saya menyayangkan orangtua yang memaksakan kehendak untuk membuat anak hebat disegala bidang.
Padahal untuk berhasil dalam kehidupannya, anak tak memerlukan semua keahlian. Kita hanya memerlukan SATU “EXPERTICE” untuk bisa SUKSES. Perhatikanlah diri kita sekarang ini. Saya mengambil contoh diri saya, sebagai seorang PENGUSAHA GARMENT dan PEMBICARA NASIONAL, saya bahkan tak memerlukan lagi ijazah saya, apalagi nilai yang terdapat di dalamnya.

Kecuali kalau Anda menginginkan putra-putri Anda menjadi staf di sebuah perusahaan, akan diperlukan nilai rata-rata yang tinggi. Namun nilai tinggipun tidak menjamin dapat lolos, karena kebanyakan perusahaan sekarang ini tidak mencari yang ber IPK tinggi, melainkan yang memiliki keahlian dan integritas.
Sekali lagi Ayah… bunda saya bukan ingin melemahkan semangat belajar anak-anak kita, juga semangat Anda. Jelilah untuk melihat yang UNGGUL dalam diri Anak. Jika ia unggul di olahraga, jangan paksakan ia untuk menguasai matematika. Jika ia UNGGUL di matematika, jangan paksakan ia menguasai olahraga. Kalau ia pemikir (konseptor), jangan paksakan ia untuk menjadi orator.
Kejelian Anda melihat keunggulannya sejak dini, akan mengantarkan putra-putri anda sukses sejak dini pula. Tak perlu menunggu setua kita, yang bahkan masih bingung menentukan mau menjadi apa.


Salam Cinta Buah Hati (SCBH)


Tidak ada komentar: